Penjelasan Al-Quran tentang Bencana (Tafsir QS Al-Baqarah:155-156)

Gambar terkait
MUSIBAH atau bencana diturunkan Allah SWT dengan dua tujuan, yakni sebagai (1) siksa (adzab) bagi orang-orang yang maksiat dan (2) sebagai ujian atau cobaan bagi kaum beriman dan bertakwa.

Dalam QS Al-Baqarah:155, Allah SWT menyatakan akan menurunkan ujian kepada hamba-hamba-Nya.

وَلَنَبْلُوَنَّكُمْ بِشَيْءٍ مِنَ الْخَوْفِ وَالْجُوعِ وَنَقْصٍ مِنَ الْأَمْوَالِ وَالْأَنْفُسِ وَالثَّمَرَاتِ ۗ وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ


"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar." (QS 2:155).

Di ayat berikutnya (QS 2:156), Allah SWT pun menyampaikan kabar gembira bagi orang-orang yang sabar dalam menghadapi musibah atau bencana.

الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُمْ مُصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ

"(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: "Inna lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun".

Dalam ayat lain, Allah SWT juga mengingatkan, ujian berupa bencana ataupun bentuk lain tidak akan menimpakan ujian atau siksa yang melebihi kemampuan untuk mengatasinya.

لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَهَا مَا كَسَبَتْ وَعَلَيْهَا مَا اكْتَسَبَتْ

"Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya. " (QS 2:286).

Tafsir QS Al-Baqarah:155-156 

Dalam Tafsir Al-Maraghi disebutkan, Allah akan menguji hamba-Nya dengan aneka ragam percobaan. Misalnya, perasaan takut terhadap musuh dan adanya musibah, seperti kelaparan dan kekurangan buah-buahan (panceklik).

Bagi orang yang beriman kepada Allah, keadaan seperti ini akan dilaluinya, sekalipun terisolir dari lingkungan keluarga, bahkan diusir tanpa membawa sesuatu.

Sampai-sampai karena rasa laparnya, orang-orang beriman jika memerlukan makan hanya cukup dengan menghisap buah kurma, lalu disimpannya kembali mengingat jangka yang masih panjang.

Terutama sekali ketika mereka berlaga di medan perang Ahzab dan Tabuk. Allah juga menguji mereka dengan terbubuh di medan perang, atau mati karena sakit. Sebab ketika kaum Muslimin melakukan hijrah ke Madinah, di situ terjangkit wabah penyakit panas dingin yang luar biasa.

Ayat di atas memberikan pengertian bahwa iman itu tidak menjamin seseorang untuk mendapatkan rezeki yang banyak, kekuasaan, atau tidak ada rasa takut. 

Tetapi semuanya itu justru berjalan sesuai dengan ketentuan sunnatullah yang berlaku untu hamba-Nya, jika terdapat sesuatu yang mendatangkan musibah, maka musibah itu tidak dapat dihalangi dan akan menimpanya, tetapi bagi seseorang yang mempunyai kesempurnaan iman, dan dirinya sudah mempunyai pengalaman digembleng dalam penderitaan, maka adanya musibah itu akan semakin membersihkan jiwanya.

Dalam Tafsir Ibnu Katsir disebutkan, Allah Swt mengabarkan: 

“Dan sesungguhnya Kami benar-benar akan mengujimu agar Kami mengetabui orang-orang yang berjihad dan bersabar di antaramu, dan agar Kami menyatakan (baik buruknya) hal ihwalmu.”(QS. Muhammad: 31)

Terkadang Dia memberikan ujian berupa kebahagiaan dan pada saat yang lain Dia juga memberikan ujian berupa kesusahan, seperti rasa takut dan kelaparan. 

Firman-Nya: fa adzaaqaHallaaHu libaasal juu’i wal khaufi (“Oleh karena itu, Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan.”)(QS. An-Nahl: 112)

Karena orang yang sedang dalam keadaan lapar dan takut, ujian pada keduanya akan sangat terlihat jelas. Oleh karena itu Dia berfirman, “Pakaian kelaparan dan ketakutan.”

Dalam surat al-Baqarah ini, Allah swt. berfirman: 
  • bi syai-im minal minal khaufi wal juu-‘i (Dengan sedikit ketakutan dan kelaparan) 
  • wa naqshim minal amwaali (Dan kekurangan harta). Artinya, hilangnya sebagian harta.
  • Wal anfusi (serta jiwa), misalnya meninggalnya para sahabat, kerabat, dan orang-orang yang dicintai. 
  • Wats-tsamaraaat (Dan buah-buahan), yaitu kebun dan sawah tidak dapat diolah sebagaimana mestinya. Sebagaimana ulama mengemukakan: “Di antara pohon kurma ada yang tidak berbuah kecuali hanya satu buah saja.”
Semua hal di atas dan yang semisalnya adalah bagian dari ujian Allah Ta’ala kepada hamba-hamba-Nya. 

Barangsiapa bersabar, maka Dia akan memberikan pahala baginya, dan barangsiapa berputus asa karenanya maka Dia akan menimpakan siksaan terhadapnya. Oleh karena itu, di sini Allah Ta’ala berfirman: wa basy-syirish shaabiriin (“Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang yang sabar.”)

Setelah itu Allah menjelaskan tentang orang-orang yang sabar yang dipuji-Nya, dengan firman-Nya: alladziina idzaa ashaabatHum mushiibatun qaaluu innaa lillaaHi wa innaa ilaiHi raaji’uun (“Yaitu orang-orang yang apaabila ditimpa musibah mereka mengucapkan: Innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’un. [Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan hanya kepada-Nya kami kembali].”)

Artinya, mereka menghibur diri dengan ucapan ini atas apa yang menimpa mereka dan mereka mengetahui bahwa diri mereka adalah milik Allah Ta’ala, la memperlakukan hamba-Nya sesuai dengan kehendak-Nya.

Selain itu, mereka juga mengetahui bahwa Dia tidak akan menyia-nyiakan amalan mereka meski hanya sebesar biji sawi pada hari kiamat kelak. Dan hal itu menjadikan mereka mengakui dirinya hanyalah seorang hamba di hadapan-Nya, dan mereka akan kembali kepada-Nya kelak di akhirat. 

Oleh karena itu, Allah swt. memberitahukan mengenai apa yang diberikan kepada mereka itu, di mana Dia berfirman: ulaa-ika ‘alaiHim shalawaatum mir rabbiHim wa rahmatun (“Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka.”) 

Artinya, pujian dari Allah Ta’ala atas mereka. Dan menurut Sa’id bin Jubair, “Artinya, keselamatan dari adzab.”

Firman-Nya: ulaa-ika Humul muHtaduun (“Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk”) Amirul Mu’minin Umar ra. mengatakan: 

“Alangkah nikmatnya dua balasan itu, dan betapa menyenangkan [anugerah] tambahan itu.” ulaa-ika ‘alaiHim shalawaatum mir rabbiHim wa rahmatun (“Mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Rabb mereka.”) inilah tambahan. Mereka itulah orang-orang yang diberi pahala-pahala dan diberikan pula tambahan.

Mengenai pahala mengucapkan “Innaa lillaaHi wa innaa ilaiHi raaji’uun” ketika tertimpa musibah telah banyak dimuat di banyak hadits. 

Di antaranya hadits yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad, dari Ummu Salamah ia bercerita, pada suatu hari Abu Salamah mendatangiku dari tempat Rasulullah saw. lalu ia menceritakan, aku telah mendengar ucapan Rasulullah saw. yang membuatku merasa senang, beliau bersabda:

“Tidaklah seseorang dari kaum Muslimin ditimpa musibah, lalu ia membaca: 

إنّاَ للهِ وإنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ اللَّهُمَّ أجِرْنِي فِي مُصِيبَتي وأَخْلِفْ لِي خَيْراً مِنْها

(Innâ lillâhi wa innâ ilaihi râji‘un. Allâhumma ajirnî fî mushîbatî wa akhlif lî khairan minhâ.)

“Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan sungguh hanya kepada-Nya kami akan kembali. Ya Allah, karuniakanlah padaku pahala dalam musibah yang menimpaku dan berilah aku ganti yang lebih baik daripadanya") melainkan akan dikabulkan doanya itu.” (HR Ahmad).

Dalam kitab Shahih Muslim disebtukan bahwa Ummu Salamah mengatakan: aku pernah mendengar Rasulullah saw. bersabda:

“Tidaklah seorang hamba ditimpa musibah, lalu ia mengucapkan: innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’un. Ya Allah, berikanlah pahala dalam musibahku ini dan berikanlah ganti kepadaku yang lebih baik darinya; melainkan Allah akan memberikan pahala kepadanya dalam musibah itu dan memberikan ganti kepadanya dengan yang lebih baik darinya.” Kata Ummu Salamah, ketika Abu Salamah meninggal, maka aku mengucapkan apa yang diperintahkan Rasulullah kepadaku, maka Allah Ta’ala memberikan ganti kepadaku yang lebih baik dari Abu Salamah, yaitu Rasulullah Saw. (HR. Muslim).

Imam Ahmad meriwayatkan, dari Fatimah binti Husain, dari ayahnya, Husain bin Ali, dari Nabi saw, beliau bersabda: 

“Tidaklah seorang muslim, laki-laki maupun perempuan ditimpa suatu musibah, lalu ia mengingatnya, meski waktunya sudah lama berlalu, kemudian ia membaca kalimat istirja’ (innaa lillahi wa innaa ilaihi raaji’un) untuknya, melainkan Allah akan memperbaharui pahala baginya pada saat itu, lalu Dia memberikan pahala seperti pahala yang diberikan-Nya pada hari musibah itu menimpa.” (HR. Imam Ahmad dan Ibnu Majah; Dha’if sekali; Dikatakan oleh Syaikh al-Albani dalam kitab Dha’iiful Jaami’ [5434].-ed.)

Imam Ahmad juga meriwayatkan, dari Abu Sinan, ia menceritakan, Aku sedang menguburkan anakku. Ketika itu aku masih berada di liang kubur, tiba-tiba tanganku ditarik oleh Abu Thalhah al-Khaulani dan mengeluarkan diriku darinya seraya berucap, 

“Maukah aku sampaikan berita gembira untukmu?” “Mau,” jawabnya. Ia berkata, adh-Dhahhak bin Abdur Rahman bin Auzab telah mengabarkan kepadaku, dari Abu Musa, katanya Rasulullah pernah bersabda:

“Allah berfirman, ‘Hai malaikat maut, apakah engkau sudah mencabut nyawa anak hamba-Ku? Apakah engkau mencabut nyawa anak kesayangannya dan buah hatinya?’ ‘Ya, jawab malaikat. ‘Lalu apa yang ia ucapkan?’ tanya Allah. Malaikat pun menjawab, ‘Ia memuji-Mu dan mengucapkan kalimat istirja’. Maka Allah berfirman (kepada para malaikat): ‘Buatkan untuknya sebuah rumah di surga, dan namailah rumah itu dengan baitul hamdi (rumah pujian).’”

Hadits ini diriwayatkan pula oleh Imam at-Tirmidzi, dari Suwaid bin Nashr, dari Ibnu al-Mubarak. Menurutnya, hadits tersebut hasan gharib. Nama Abu Sinan adalah Isa bin Sinan.

Demikian Tafsir QS Al-Baqarah:155-156 tentang Musibah (Bencana) sebagai Ujian. Wallahu a'lam bish-shawabi. (www.risalahislam.com).*
SHARE
    Blogger Comment
    Facebook Comment